Jakarta,kompasriau-Kamis (28/12/2017,mantan wakil Presiden Republik Indonesia, Boediono, diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Boediono mengaku dicecar penyidik KPK soal posisinya sebagai Menteri Keuangan saat SKL BLBI diterbitkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kepada BDNI.
“Saya dimintai keterangan mengenai beberapa hal, terkait dengan masa jabatan saya sebagai Menkeu,”kata Boediono di gedung KPK, Kamis (28/12/2017).
Boediono yang mengenakan kemeja batik lengan panjang warna coklat, enggan memberikan keterangan kepada awak media terkait pemeriksaan dirinya sebagai saksi untuk tersangka mantan Ketua BPPN,Syafruddin Arsyad Temenggung.
Menurut Boediono, KPK yang lebih tepat menyampaikan materi pemeriksaan dirinya hari ini. “Terima kasih. Kalau substansinya, saya serahkan kepada KPK,”ucapnya.
Boediono yang merupakan anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) ketika Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) mengeluarkan SKL BLBI untuk BDNI. Bekas Gubernur Bank Indonesia itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung.
Ketika SKL BLBI tersebut dikeluarkan, KKSK diketuai oleh Dorodjatun Kuntjoro Jakti selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Sementara anggota KKSK selain Boediono, yakni Kepala Bappenas Kwik Kian Gie, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno, serta Menteri BUMN Laksamana Sukardi.
Adapun salah satu kewenangan KKSK, yakni memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap rencana induk penyehatan perbankan yang disusun BPPN. Kerja KKSK itu diperkuat dengan Instruksi Presiden (inpres) Nomor 8 tahun 2002, yang dikeluarkan Presiden Megawati kala itu.
Syafruddin saat ditahan penyidik KPK mengatakan, penerbitan SKL BLBI yang dikeluarkan untuk BDNI telah mendapat persetujuan dari KKSK. Persetujuan KKSK itu berdasarkan Keputusan KKSK Nomor 01/K.KKSK/03/2004 tertanggal 17 Maret 2004.
Dalam kasus ini, KPK menyebut kerugian negara mencapai Rp4,58 triliun sebagaimana hasil audit investigatif yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, Syafruddin membantah SKL BLBI yang dikeluarkan BPPN tersebut telah menyebabkan kerugian negara sebesar yang disebut KPK.***(Jonpiter)